BincangMuslimahCom – Al Ghazali terlahir dengan nama lengkap Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Ahmad Al-Ghazali, atau lebih dikenal dengan Al-Ghazali. Ia lahir pada tahun 450 H (1058) di sebuah desa kecil dekat kota Tus, provinsi Khorasan, Republik Islam Irak. Nama Al-Ghazali berasal dari kata ghazal yang artinya penenun, karena menenun benang merupakan
JIC – Syeikh Imam al-Ghazali atau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii adalah ulama produktif. Tidak kurang 228 kitab telah ditulisnya, meliputi berbagai disiplin ilmu; tasawuf, fikih, teologi, logika, hingga filsafat. Sang Hujjatul Islam julukan ini diberikan karena kemampuan daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah ini sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah, yang merupakan pusat kebesaran Islam. Al Ghazali pernah membagi manusia menjadi empat 4 golongan; Pertama, Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, dan dia Tahu kalau dirinya Tahu. Orang ini bisa disebut alim = mengetahui. Kepada orang ini yang harus kita lakukan adalah mengikutinya. Apalagi kalau kita masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh banyak diajari, maka sudah seharusnya kita mencari orang yang seperti ini, duduk bersama dengannya akan menjadi pengobat hati. “Ini adalah jenis manusia yang paling baik. Jenis manusia yang memiliki kemapanan ilmu, dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu, maka ia menggunakan ilmunya. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya benar-benar bermanfaat bagi dirinya, orang sekitarnya, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat,” ujarnya. Kedua, Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu. Untuk model ini, bolehlah kita sebut dia seumpama orang yang tengah tertidur. Sikap kita kepadanya membangunkan dia. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering kita jumpai di sekeliling kita. Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di akhirat. Ketiga, Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang tidak tahu tidak atau belum berilmu, tapi dia tahu alias sadar diri kalau dia tidak tahu. Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar. Dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat. Keempat, Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang Tidak Tahu tidak berilmu, dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu. Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu apa-apa. Repotnya manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat. Untuk itu mari kita intropeksi diri masing-masing, di kelompak manakah kita berada. Semoga Bermanfaat. Sumber
ጊах ոሸуսеγобШ θн
Оምθкεвра խցиጇ ዙжΧևጿовсез шሽсуዡуβኚжላ уցι
ጳճутр жомιПθգεσ ሹդечα
Αպето ոмቁቬፈтоታθψሿвιժаглу φև
MADRASAHDIGITALCO- Oleh Al-Manaf (Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga) Sebelum membahas epistemologi pemikiran al-Ghazali, perlu kita ketahui bahwa beberapa model epistemologi keilmuan diantaranya: epistemologi keraguan (syak) dan epistemologi keyakinan (alyaqin). Menurut Sulaiman Dun-ya, metode pemikiran al-Ghazali
Abstrak Ilmu adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan manusia serba membutuhkan ilmu pengetahuan. Islam agama sempurna yang berlandasakan dengan Al quran dan hadits, islam sangat menekankan tentang kewajiban menuntut ilmu, bahkan ayat yang pertama turun adalah ayat tentang pendidikan. Begitu urgennya ilmu pengetahuan bagi manusia orang yang memiliki ilmu derajatnya di bedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu. Ilmu merupakan kunci dari kebahagiaan dunia dan akhirat, jika manusia ingin mendapatkan keridoan Allah maka manusia harus beribadah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya itu juga harus menggunakan ilmu. Islam memerintahkan manusia menuntut ilmu tidak hanya semasa di bangku sekolah, tapi islam mengajarkan menuntut ilmu sepanjang hayat. Kata Kunci Menuntut Ilmu, Al qur " an , Hadis. Abstract Science is something very urgent in human life, in human life science department requires. Islam is perfect berlandasakan premises of Al-Quran and Hadith, Islam places great emphasis on the obligation to study, even the first verse is the verse about pendiddikan down. So urgenya human knowledge for people who own a science degree at the distinguished people who do not memelki science. Science is the key to happiness of the world and the Hereafter, if people want to get keridoan Allah that man should serve his run commands and avoid His prohibitions also must use the science. Islam ordered Manuia meneuntut science not only when I was in school, but Islam teaches long lif education A. Pendahuluan Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam adalah agama yang mengangkat derajat dan martabat manusia. Islam adalah agama yang sangat perduli terhadap ilmu pengetahuan, bahkan pada awal ayat pertama kali yang turun adalah ayat tentang pendidikan, agama Islam tidak bisa di lepaskan dengan ilmu pengetahuan, karena islam sendiri berasal dari kata aslama, yang memiliki arti tunduk dan patuh terhadap kehendak Allah, seperti firman Allah pada surat Ali-Imron, ayat 83
Followdan Nyalakan Notifikasi topik Imam Al-Ghazali agar tak ketinggalan update terbaru. Menu. Terbaru Nasional ngopiDAERAH ngopiTAINMENT Kesehatan ngajiBARENG ngopiSPORT gowesBARENG Daftar Empat Golongan Orang Berilmu Menurut Imam Al-Ghazali, Anda Mana? Eksistensi manusia, akal dan watak manusia dalam hubungannya dengan Tuhan
Oleh Zakiyah; Pecinta buku JAKARTA - Ketika ilmuwan menyebut manusia adalah jenis kera besar dari kingdom animalia, nalar agamis seseorang biasanya menolak. Doktrin yang selama ini dipercaya agama-agama samawi di dunia tidaklah seperti itu. Manusia, dimulai dari Adam, tercipta sempurna di surga dan diturunkan ke bumi sudah dalam bentuk completely built up berorgan sempurna, cerdas, dan berperasaan. Di sisi lain teori evolusi telah diterima luas oleh komunitas ilmiah. Ia bukan isapan jempol, tetapi teruji berdasarkan sejumlah bukti fisik yang tak terbantahkan dan didukung teori saintifik. Teori evolusi memiliki bukti-bukti empiris, paleontologis, homologis, dan genetis. Bukti paleontologis menunjukkan bahwa fosil-fosil yang ditemukan memang mengalami kemajuan bertahap dalam tingkat kompleksitasnya. Darwin tidak berspekulasi, tetapi didukung dalil ilmiah meyakinkan. Bukti homologis menunjukkan bahwa manusia dan spesies lain, seperti kera, anjing, dan kelelawar, meski memiliki perbedaan, juga memiliki banyak kesamaan. Teori yang dicetuskan oleh Charles Darwin 1809-1882 ini memiliki judgement final bahwa seluruh makhluk hidup di bumi, termasuk manusia, berasal dari nenek moyang yang sama. Semua yang bernapas di bumi ini saling terhubung melalui bio-historis karena mereka semua bersaudara dalam satu pohon kehidupan. Manusia tidak terkecuali. Menurut analisa genetiknya, ia bukan special edition, tetapi bagian wajar dalam alur dunia biologis. Kontradiksi sains dan agama ini oleh Shoaib Ahmed Malik coba dijembatani dengan sebuah pola pikir induktif yang kemudian berhasil menemukan benang merah keduanya. Dalam buku berjudul asli "Islam and Evolution Al-Ghazali and the Modern Evolutionary" ini, Asisten Profesor Natural Sicences di Zayed University, Dubai ini mengutip hampir semua karya Imam Ghazali terkait penciptaan. Shoaib memulai dengan memaparkan berbagai pendapat tentang evolusi yang ternyata sangat beragam, dengan beda tipis-tipis. Ia menggunakan pemikiran Al-Ghazali sebagai pisau analisa untuk mengurai kontradiksi antara fakta ilmiah dan narasi transenden di kitab suci. Dalam teologi penciptaan, sebenarnya terdapat sejumlah ulama klasik diantaranya adalah Abu Hasan al-ʿAsy’ari, Abu Bakar al-Baqillani, Dhia'uddin al-Juwaini, Fakhruddin ar-Razi, dan lain-lain. Di antara nama-nama besar yang ada, Al-Ghazali dianggap seorang teolog dan saintis yang memiliki pemahaman komprehensif mengenai awal mula kehidupan. Keterangan imam Ghazali dalam berbagai karyanya kemudian dikaji secara metafisik dan hermeneutik guna membawa pemikiran abad pertengahan ke alam kontemporer. Al-Ghazali lahir pada tahun 1058 di Tus, Khurasan. Sebuah daerah yang kini masuk dalam wilayah Iran. Ia adalah seorang teolog dan hakim terkenal pada saat itu. Setelah gurunya al-Juwaini wafat pada 1085, Al-Ghazali kemudian melebihi pencapaian gurunya. Al-Ghazali menguasai semua cabang sains teoritis seperti logika, filsafat, yurisprudensi, dan teologi. Al-Ghazali 1058-1111 hidup 750 tahun sebelum Darwin dan tak pernah membaca buku The Origin of Species. Tetapi sejumlah karya Al-Ghazali ternyata banyak membahas prinsip-prinsip dan mekanisme penciptaan serta tipologinya. Hal ini mengungkap seberapa jauh Islam dan evolusi saling mengisi. Tantangan terbesar Shoaib adalah para penganut kreasionisme yang berpandangan bahwa seluruh spesies makhluk hidup tercipta kun fayakun tanpa melalui proses alamiah. Aliran ini melihat teori evolusi sebagai dongeng tak berguna dan merusak dasar-dasar keimanan. Di tangan para kreasionis inilah pandangan tentang evolusi menjadi tidak jernih karena sering dimiskonsepsi dengan sejumlah “isme”. Evolusi manusia dianggap identik dengan ateisme, naturalisme, marxisme, komunisme, nihilisme, kapitalisme, fasisme, kolonialisme, imperialisme, sekularisme, saintisme, dan sebagainya. Kejumbuhan ini membuat diskusi tentang evolusi tak pernah murni saintifik. Maka sebelum bicara jauh tentang tema ini, Shoaib meminta pembacanya menjauhkan hal-hal yang bukan bagian dari isu evolusi itu sendiri. Agama, khususnya agama-agama samawi seperti Yahudi, Kristen, dan Islam, meyakini manusia diciptakan secara ajaib oleh Tuhan. Teks-teks otoritatif dalam Islam telah menyatakan dengan tegas, seperti di QS. al-An’âm [6] 2, QS. al-Hijr [15] 26, dan QS. al-Hajj [22] 5. Semuanya menegaskan bahwa manusia diciptakan langsung oleh Allah. Namun sains, di pihak lain, menyatakan bahwa manusia lahir dari proses seleksi alam dan memiliki leluhur yang sama common ancestor. Tentang kontradiksi ini sikap intelektual muslim terbagi empat. Pertama, kreasionisme yang menolak sepenuhnya teori evolusi. Menurut mereka semua makhluk diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan dan sudah ahsani taqwim. Kedua, Lihat halaman berikutnya >> BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini

4Golongan Manusia menurut Imam Al-Ghazali. Al Ghazali membagi manusia menjadi empat 4 golongan. Pertama “Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri” (Seseorang yang Tahu (berilmu), dan dia Tahu kalaudirinya Tahu).. Orang ini bisa disebut ‘alim’. Orang ini layak kita ikuti, terlebih lagi jika kita masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh

Berpasangan-pasangan adalah bagian dari ajaran syariat. Manusia diciptakan berpasang-pasangan agar dapat melanggengkan keturunan sesuai dengan tuntunan syariat agama Islam. Tetapi tentu saja dalam memilih pasangan hidup, Islam memberikan tuntunan. Imam Al-Ghazali menyebutkan delapan kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih pasangan. Imam Al-Ghazali menyebutkan delapan hal ini agar akad perkawinan menjadi langgeng dan kebahagiaan perkawinan terwujud. Imam Al-Ghazali menyebutkan religiusitas/keagamaan dan akhlak pada dua poin pertama. Hal ini menunjukkan bahwa dua poin tersebut merupakan faktor penting yang patut diperhatikan mengingat perkawinan tidak hanya berisi jalinan hubungan di dunia, tetapi juga di akhirat. أما الخصال المطيبة للعيش التي لا بد من مراعاتها في المرأة ليدوم العقد وتتوفر مقاصده ثمانية الدين والخلق والحسن وخفة المهر والولادة والبكارة والنسب وأن لا تكون قرابة قريبة Artinya, “Adapun hal-hal menyenangkan kehidupan pasangan rumah tangga yang harus diperhatikan pada perempuan agar akad perkawinan menjadi langgeng dan tujuan perkawinan terpenuhi berjumlah 8 hal yaitu ketaatan pada agama atau religiusitas, akhlak, kecantikan, keringanan mahar, kesuburan, status keperawanan, nasab, dan bukan kerabat dekat,” Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr 2015 M], juz II, halaman 43. Tanpa menafikan atau meremehkan poin lainnya, agama/religiusitas dan akhlak mendapat tempat yang cukup penting mengingat urgensinya yang cukup tinggi dalam kehidupan rumah tangga kelak. Agama menempati poin pertama sebagaimana hadits nabi yang sangat populer terkait kriteria calon pasangan. Perempuan salihah akan membantu ketenangan hati suami. Kalau tidak salehah, tentu perempuan tersebut akan menjadi ujian bagi kehidupan rumah tangganya. إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ لَدِينِهَا، وَمَالِهَا، وَجَمَالِهَا، فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ Artinya, “Perempuan dinikahi karena agama, harta, dan keelokannya. Pilihlah karena agamanya. Celakalah kamu kalau tidak agamanya itu,” HR Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ahmad. Tentu saja delapan poin ini bukan sesuatu yang mutlak dan absolut bagi semua orang. Tidak semua orang setuju dengan delapan hal yang disebutkan di atas. Tetapi semua orang bersepakat pada sebagian poin di atas, misalnya soal religiusitas atau akhlaknya. Dengan kata lain, setiap orang berhak memiliki kebahagiannya masing-masing sehingga setiap orang memiliki rumusan sendiri dalam memilih calon pasangannya. Sebagian orang merasa nyaman memilih pasangan yang disukainya tanpa mempertimbangkan status keperawanan, nasab, dan kesuburan. Tetapi seyogianya seseorang perlu mempertimbangkan aspek religiusitas dan akhlak pasangan karena keduanya sangat berpengaruh pada kehidupan rumah tangganya ke depan. Delapan poin ini juga tidak hanya berlaku bagi laki-laki dalam memilih pasangan, tetapi juga berlaku sebaliknya. Sumber NU Online
4Golongan Manusia Menurut Imam Al-Ghazali *Pertama : Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri (Seseorang yang Tahu (berilmu), dan dia Tahu kalau dirinya Tahu) *Kedua : Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri (Seseorang yang Tahu (berilmu), tapi
Di kalangan sunni, khususnya di Indonesia, Imam al-Ghazali merupakan ulama yang masyhur. Imam al-Ghazali terkenal berkat keluasan ilmunya dalam segala bidang, mulai dari tasawuf, fikih, teologi hingga filsafat. Di samping itu, pemikiran Imam al-Ghazali menjadi rujukan serta pijakan dalam bidang tasawuf. Hal itu terbukti dari banyaknya karya Imam al-Ghazali yang dikaji di berbagai pesantren di Indonesia. Masterpeace Imam Ghazali, Ihya Ulumudin menjadi daya tarik tersendiri di kalangan pesantren, bahkan perguruan tinggi untuk mengkaji dan menelitinya. Di masa dinasti Abasiyah dan Saljuk, Imam al-Ghazali sangat dihormati dan disegani banyak orang. Sampai pada waktu itu, Imam al-Ghazali mendapat gelar Hujjatul Islam. Gelar ini disematkan kepada beliau karena kemampuan daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah. Dalam pandangan Imam al-Ghazali, manusia terbagi menjadi empat golongan Pertama, Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, dan dia Tahu kalau dirinya Tahu. Menurut al-Ghazali, kelompok pertama adalah orang-orang yang alim = mengetahui. Bagi orang awam, yang masih butuh bimbingan, sudah seharusnya mengikuti laku lampahnya orang alim tersebut. Sebab, duduk bersamanya akan menjadi pengobat hati sekaligus menambah wawasan. Orang yang termasuk golongan ini, senantiasa akan mengamalkan ilmunya semaksimal mungkin. Ia tahu kalau dirinya memiliki keluasan ilmu, sehingga harus mengajarkan serta mengamalkan ilmunya. “Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat.” Kedua, Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu. Orang yang kedua ini berbeda dengan orang yang tergolong kelompok pertama. Kalau orang pertama, kita harus mengikutinya. Namun kepada orang kedua ini, kita mengingatkannya. Ia memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Orang seperti ini acapkali dijumpai di tengah-tengah kita. Ia sejatinya mempunyai segudang potensi yang luar biasa. Akan tetapi, orang tersebut tidak tahu akan potensi yang ada pada dirinya. Sehingga selama dia belum bangun dan sadar diri, orang ini hanya sukses di dunia tapi rugi di akhirat. Ketiga, Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang tidak tahu, tapi dia tahu bahwa dirinya tidak tahu. Orang yang masuk kategori kelompok ketiga ini, menurut Imam al-Ghazali, masih tergolong manusia yang baik. Sebab, ia meenyadari kekurangan yang ada pada dirinya. Sehingga, ia mampu menempatkan dirinya di tempat yang sepatutnya. Orang jenis ini akan senantiasa intropeksi diri dan mau belajar dari sebuah kesalahan. Dengan belajar, ia berharap suatu saat nanti bisa berilmu dan mampu menjadi lebih baik lagi. Orang seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat. Keempat, Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang Tidak Tahu tidak berilmu, dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu. Dalam pandangan Imam al-Ghazali, kelompok terakhir ini merupakan orang-orang yang paling buruk. Ia selalu merasa dirinya mengerti, tahu dan mempunyai ilmu. Padahal, ia tidak tahu apapun. Ibarat pepatah lama, tong kosong nyaring bunyinya. Tipologi orang seperti ini biasanya susah untuk disadarkan. Ia merasa benar dengan apa yang dikerjakannya dan akan membantah kalau diingatkan perihal kesalahan yang dilakukanya. Berurusan dengan orang yang seperti demikian akan terasa merepotkan dan susah. Sebab, ia merasa dirinya paling benar. Menurut Imam al-Ghazali, orang tersebut termasuk orang yang tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat. Untuk itu, mari kita senantiasa bermuhasabah atau intropeksi diri masing-masing agar menjadi pribadi yang lebih baik. *
Olehsebab itu, pada bagian akhir pengantar (muqaddimah) kitab Bidâyah al-Hidâyah, Imam Al-Ghazali mengklasifikasikan para pencari ilmu ke dalam tiga golongan;Pertama, golonganal-faizîn (orang-orang yang beruntung). Ia adalah orang yang menjadikan ilmunya sebagai bekal perjalanan menuju akhirat, dan menjadikan niatnya mencari ilmu sebagai jalan
Berikutini sejumlah inti dari ajaran tasawuf menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip dari Esoterik: Jurnal Akhlak dan Tasawuf yang ditulis oleh Ahmad Zaini. 1. Jalan (At-Thariq) Jalan tasawuf yang dapat ditempuh seorang muslim terbagi menjadi lima jenjang ( maqamat ), yaitu tobat, sabar, kefakiran, zuhud, dan tawakal.

Namalengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Ahmad al-Ghazali al-Thsusi. Ia dilahirkan pada tahun 450 H bertepatan dengan tahun 1058 M di Ghazal, Thus, Provinsi Khurasan, Republik Islam Iran. [6] Sebagaimana telah di nukilkan oleh Ahmad Syafi’i Ma’arif dalam bukunya Peta Bumi Intelektual Muslim di Indonesia bahwa tahun kelahiran al-Ghazali bertepatan

Setelahmenuntaskan baca berita di koran pagi ini, saya jadi teringat tentang 4 golongan manusia menurut Imam Al-Ghazali, atau Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i yang lahir di Thus tahun 1058/ 450 H. Beliau meninggal di Thus pada tahun 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H saat usia 52–53 tahun. Al-Ghazali dikenal
Kîmiyâ al-Sa‘âdah Kimia Ruhani untuk Kebahagiaan Abadi Imam al-Ghazali (450-505H) Diterjemahkan dari The Alchemy of Happiness, karangan al-Ghazâlî, terbitan J. Murray, London, 2001, dengan merujuk pada edisi bahasa Arab, Kîmiyâ’ al-Sa‘âdah, terbitan Dar al-Fikr, t,t.
Demikianitulah selayang pandang saya tentang IHYA' 'ULUMID­DIN oleh "Hujjatul Islam" Al-Ghazali. Di dalam perkembangan ajaran-ajaran dan ilmu-ilmu Islam di Indo­nesia, tasawwuf Imam Ghazali dengan Ihya'-nya besar sekali peranannya. Madzhab Sunni yang masuk kemari sejak zaman kera­jaan Islam Pasai ialah Madzhab Syafi i.
Disini akan diuraikan ciri-ciri orang yang ilmunya bermanfaat berdasarkan hujah Imam Ghazali. Pertama, ilmu manfaat adalah ilmu yang menambahkan rasa takut kepada Allah dengan bukti nyata dalam kesehariannya yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Telah dijelaskan di dalam kitab-kitab klasik Mulamula beliau mempelajari ilmu agama dari seorang guru yang terkenal, iaitu Ahmad bin Muhammad Al-Razkani. Kemudian belajar ilmu pengetahuan umum dari seorang ahli falsafah dan ahli tasawuf bernama Yusuf An-Nassaj. Kemudian Imam Ghazali pindah kenegeri Nishabur buat menyambung pelajarannya dengan seorang mahaguru bernama Dhiauddin Al
ImamAl-Ghazali menguraikan dengan sangat apik dan panjang lebar dalam Ihya’ Ulumiddin juz 2 menjadi satu bab tersendiri. Ringkasnya, hisbah (nahi munkar) harus dilakukan secara urut, mulai tahap pertama sampai tahap kelima, tidak boleh melompat lompat. 1. Menjelaskan bahwa apa yang sedang terjadi adalah kemungkaran atau haram.
Dalampengantar yang ditulis dalam buku Rawdah at-Talibin wa ‘Umdah as-Salikin diterjemahkan menjadi Tangga Menuju Tuhan (edisi 2003), dikatakan bahwa salah satu inti pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Bidayah al-Hidayah, yakni bahwa ilmu dan hidayah itu saling berkaitan. Dengan kalimat lain, hidayah tidak bisa digapai tanpa pengetahuan, dan a Metode khusus pendidikan agama. Metodik pendidikan agama menurut Al-Ghazali, pada prinsipnya dimulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang menunjang penguatan akidah. DalamIhya Ulumuddin (Juz 1:69), Imam Al-Ghazali menyerukan kepada para pendidik atau guru untuk mencurahkan perasaan kasih sayang kepada para muridnya dan menganggap mereka seperti mereka sendiri. Seorang guru hendaknya mengetahui latar belakang siswanya supaya guru dapat mendalami perasaan mereka, terutama bagi mereka yang berlatar belakang Tetapimenurut Imam Al Ghazali bahwa puasa tidak cukup hanya dengan menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri saja. “Dari Abi Hurairah ia berkata, telah bersabda Rasulullah SA: Banyak dari orang yang berpuasa, tiadalah yang didapatkan dari puasanya itu kecuali kelaparan.” (H.R Ahmad). “Dari Abi Hurairah, dia berkata: telah
7golongan manusia yang mendapat naungan saat Hari Kiamat kelak Ketujuh golongan manusia ini mendapat perlakukan spesial di akhirat - Tausyiah - Okezone Muslim. 4 Tipe-Tipe Orang Wara' Menurut Imam Al Ghazali, Meninggalkan Segala yang Syubhat. Wakaf dan Hibah, Terungkap Ini Perbedaannya.
ICowbtv.